Senin, 29 Juli 2013

Aku Ujian Bagimu, dan Kamu Ujian Bagiku


AsSalaamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.,

Kali ini saya ingin berbagi sedikit artikel dari seseorang yang Insya Allah banyak Manfaat yang bisa kita peroleh...,
Langsung saja Gan...,


Diangkat dari sebuah kisah nyata, tentang seorang lelaki shalih dan perempuan shalihah, atau lebih tepatnya.. tentang kedua insan manusia yang selalu berupaya untuk selalu mendekat kepada Allah Subhanahu Wata’alla.


Lelaki tersebut bernama Putra, dan perempuan tersebut bernama Adinda. Tentu saja bukan nama sebenarnya. Tapi yang pasti, ini adalah kisah nyata. Benar-benar terjadi.

***

Putra adalah seorang lelaki yang dibekali Allah pengalaman hidup yang tidak biasa. Masa mudanya sempat diwarnai oleh berbagai macam pilihan kehidupan yang tidak tepat, yang kemudian menghantarkannya kepada sebuah jurang. Tapi ternyata, itu merupakan jurang yang sangat disyukuri. Adanya jurang kehidupan tersebut membentuk seorang Putra menjadi sosok yang semakin mendekat kepada Allah. Mentalnya ditempa, tanggung jawabnya diuji. Hantaman keras masa lalunya menggerakkan seorang Putra untuk menyebarkan ilmu bagi banyak orang agar tidak terjerumus dalam kesalahan seperti yang pernah ia lakukan. Allah karuniakan pula kemampuan yang sangat luar biasa yang mendukung semangat Putra dalam meniti langkah baiknya. Putra menyadari, segala alur kehidupannya, diarahkan oleh Allah dengan berbagai maksud dan tujuan. Jadilah Putra sosok lelaki yang sangat mencintai Allah.

Adinda adalah seorang perempuan yang memiliki kisah hidup yang juga tidak biasa. Adinda tumbuh dalam lingkaran terdekat yang tidak begitu harmonis. Sejak kecil, Adinda mencari nilai-nilai kehidupan dari luar rumah. Tapi sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah anugerahkan Adinda berbagai macam kemampuan hebat yang mengundang decak kagum banyak orang, dipadu dengan lingkungan luar tempatnya bertumbuh yang sangat mendukung. Allah hadirkan berbagai kesulitan dalam kehidupan Adinda, untuk membuatnya semakin kuat, semuda mungkin. Adinda dicoba dengan berbagai macam hambatan yang sebetulnya sangat sulit bagi perempuan seusianya, tapi justru itulah yang membuatnya menjadi sangat matang dibandingkan perempuan lain seusianya. Adinda memahami, ada peran besar Allah dalam kehidupannya. Jadilah Adinda sosok perempuan yang sangat mencintai Allah

***

Selama beberapa tahun ke belakang, Putra dan Adinda adalah partner yang sangat baik. Mereka memiliki passion yang sama yang akhirnya membuat mereka seringkali dipertemukan dalam berbagai kegiatan dan project yang serupa.

Tahun demi tahun berlalu, pertemuan menjadi suatu hal yang biasa. Langkah baik Putra, didukung oleh kemampuan Adinda. Adinda pun banyak sekali menimba ilmu dari Putra. Akhirnya mereka pun tumbuh bersama, sama-sama melesatkan diri dalam kebaikan. Saling mendukung satu sama lain. Tapi itu sudah menjadi hal biasa, saking seringnya. Kehidupan Putra dan kehidupan Adinda pun dijalankan masing-masing, tidak ada hal yang spesial.

Sampai tiba suatu ketika, Putra dan Adinda merasakan getaran yang tidak biasa, entah darimana datangnya, dan entah kapan tepatnya. Keterbiasaan mereka melakukan komunikasi, membuat Putra merasa ‘terisi’ oleh Adinda. Kenyamanan yang ditimbulkan pun membentuk sebuah kebiasaan, yaitu kebiasaan mencari ketika Adinda tidak berada di sekelilingnya. Putra belum menyadari, apakah yang sebenarnya sedang terjadi pada dirinya.

Di sisi yang lain, Adinda yang sudah banyak menimba ilmu dari Putra tidak pernah merasa harus waspada, sebab sudah bertahun-tahun ia tumbuh dan belajar banyak dari seorang Putra. Kalau soal ‘terisi’, Adinda sudah merasakannya jauh lebih lama dari Putra merasakannya. Hanya saja memang tidak ada yang spesial, sebab saking seringnya itu. Tapi kali ini lain. Adinda pun merasakan ada getaran yang tidak biasa. Perbedaannya, Adinda acuh. Sebab Adinda tahu bahwa Putra tidak mungkin melewati batas hubungan. Adinda belajar ilmu menjaga diri juga dari seorang Putra.

Semakin hari, tanpa disadari, komunikasi yang dilakukan semakin sering membawa mereka pada penguatan perasaan. Kekaguman yang memang sudah ada sejak dulu, semakin besar. Pengetahuan mereka tentang kondisi kehidupan satu sama lain pun semakin mendalam. Ini lahan nikmat bagi syaitan menggoda antara dua insan manusia, maka terhembuslah sebuah perasaan bernama.. cinta.

Putra yang shalih sangat memahami ilmu tentang cinta yang belum halal. Adinda yang shalihah pun sangat meyakini ilmu tentang penjagaan diri sebelum ijab sah menggema. Tapi cinta ini hembusannya halus, menelusup ke dalam hati, tanpa disadari. Tau-tau mereka sudah mulai merasa saling ketergantungan, hingga takut kehilangan, meskipun tidak diikrarkan menjalin hubungan seperti pacaran. Doa-doa yang terpanjat pun mulai tidak lurus.

“Ya Allah.. bila ada kebaikan saat kami berjodoh, maka mudahkanlah. Jika lebih banyak mudharat-nya, maka jauhkanlah. Hm.. tapi ya semoga lebih banyak kebaikannya, jadi dia bisa jadi jodohku..”

Hehehe. Semakin dalam perasaannya, semakin sebuah doa tersebut mengatur ketentuan Allah. Padahal jelas-jelas manusia hanya diminta maksimal ikhtiar di jalan yang Allah ridhoi, sedangkan hasil suka-suka Allah.

“Ya Allah.. aku sangat yakin jika kami bersatu dalam pernikahan, kami pasti akan bertumbuh lebih melesat. Visualisasiku sangat jelas ya Allah. Pastilah aku pun akan lebih semangat melakukan ini dan itu dengan kehadirannya membersamai kehidupanku.. Please ya Allah..”

Cinta itu tidak buta, tapi melumpuhkan logika. Sosok shalih dan shalihah ini terperangkap dalam getaran rasa luar biasa yang menguji ketaatan. Sebetulnya mudah saja, Putra tinggal melangkah dengan niat baik, mengajak Adinda ke gerbang pernikahan. Itu sudah obat paling mujarab, yaitu menghalalkan rasa.

Putra berusaha, Adinda pun berusaha, tentu saja melalui cara yang sesuai dengan syari’at Allah. Mereka mau melakukan ta’aruf. Tapi sayang sekali dalam kisah mereka, niat baik Putra ini sudah diatur Allah untuk tidak bisa terlaksana. Maka dengan sebuah alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, Putra tidak bisa menikahi Adinda.

Sebetulnya Putra mengerti, begitu pun dengan Adinda. Mereka tidak bisa bersatu dalam pernikahan saat itu adalah sudah merupakan bagian dari rencana-Nya. Tapi akibat perasaan sudah terlampau dalam, keduanya sempat ‘jatuh’ dan ‘terguncang’. Sebab saya mendengar kisah ini dari sisi perempuannya, maka akan saya ungkap dari sisi seorang Adinda.

Setiap malam Adinda menangis. Ia sangat tahu bahwa itu berarti ia tidak ridho pada ketetapan Allah. Tapi emosi sangat tidak tertahankan. Ia paham, tangisan sedihnya ini adalah akibat perbuatannya sendiri. Ia mengizinkan cinta belum halal singgah ke hatinya, dan meski sudah paham.. ia tetap mengizinkan komunikasi ‘menjurus’ terjalin antara dia dengan Putra. Memang nikmat diperhatikan oleh orang yang kita sukai, tapi selama belum halal, syaitan mengambil peran. Disitulah lumpuhnya logika.

Harapan indah terlanjur menghiasi rongga-rongga mimpi Adinda, hingga ketika ia menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan, ia terhempas keras ke tanah. Adinda menyesali pelanggarannya terhadap syari’at Allah.

Sebetulnya, Adinda sudah beberapa kali tidak jadi menikah. Tapi ia tidak pernah merasa ‘terguncang’. Sebab selama ia berproses sebelumnya, ia berhasil membentengi dirinya untuk tidak mengizinkan cinta bermain-main di dalam hatinya. Ia betul-betul lurus mengikuti syari’at Allah. Akhirnya dulu, meskipun tidak sampai ke gerbang pernikahan, Adinda tetap bisa seperti biasa. Toh belum ada harapan apa-apa selain harapan kebaikan yang ia gantungkan kepada Allah. Tapi lain dengan kali ini. Adinda sangat terpukul.

Entah apa yang dirasakan Putra, bisa jadi sama, atau mungkin lebih kuat. Entahlah. Tapi yang pasti, Adinda selalu menghiasi malam-malamnya dengan duka. Beberapa kali ia menghalau, beberapa kali itu pula ia terjatuh. Adinda memahami bahwa ini merupakan bagian dari penguatan dirinya.

Ia kembali terseok mendekat pada Allah, sebab kemarin sempat terlupa. Bulir-bulir air mata malu menetes dalam setiap shalat malamnya. Tengadah kedua tangannya menjadi saksi pengakuan dosa yang membawanya pada akibat yang sulit dihempas. Rasa sakit berulang kali menghampiri hati apabila Adinda secara tak sengaja melihat Putra. Bagaimana tidak, mereka berada dalam satu lingkungan yang masih mengharuskan mereka untuk banyak terlibat kerjasama.

Beberapa minggu kemudian, Adinda banyak mendapat hikmah dan pembelajaran dari kisah kehidupannya tersebut. Semoga ini bisa menjadi cerminan bagi kita semua, khususnya bagi para muslimah yang sedang berupaya taat pada Allah. Bismillahirrahmanirrahim..

“Kami ini bukan orang-orang yang tidak paham. Kami adalah orang-orang yang justru sangat memahami tentang hakikat sebuah cinta, yang seharusnya hanya terjalin setelah ijab sah terucap. Putra dihadirkan ke dalam kehidupan saya untuk menjadi ujian bagi saya, saya pun dihadirkan dalam kehidupan putra untuk menjadi ujian baginya. Inilah ujian ketaatan yang Allah maksudkan. Saya menyesal telah melanggar ketentuan Allah, tapijuga bersyukur pernah mengalaminya. Sebab sekarang saya tau bagaimana rasa sakitnya, maka sulit rasanya bagi saya untuk mengulang kembali kesalahan tersebut. Jangan pernah coba-coba mengizinkan cinta sebelum datang kepastian halal. Ini bukan teori, sebab saya sudah praktek langsung. Saat ini saya masih belum pulih betul, masih sering tersedu. Tapi lebih banyak tersedu malu pada Allah. Sungguh saya bersyukur atas ampunan Allah yang amat luas. Meski tertatih, kini saya kembali mendekat pada-Nya. Semoga bisa jadi pembelajaran bagi kita semua..”

***

Menurut kabar terakhir, sekarang Adinda sudah lebih baik. Kehidupannya kembali normal dan pandangannya kembali positif. Rasanya tidak ada untungnya terus terpuruk. Kita terpuruk ataupun bersemangat, itu sama-sama tidak bisa mengubah keadaan yang sudah terjadi. Perbedaannya, terpuruk mengarahkan diri pada pemberhentian langkah maju, sedangkan semangat mengarahkan diri pada perubahan menuju perbaikan.

Sesungguhnya, tidak satupun orang dihadirkan Allah ke dalam kehidupan kita untuk menyakiti kita, melainkan untuk membuat kita lebih kuat. Dari sanalah kita akan mendapatkan banyak pembelajaran, yang mendewasakan. Memantapkan ayunan langkah menyambut tantangan kehidupan yang lebih besar.

--- “Kehadiranmu menguji ketaatanku, kehadiranku menguji keimananmu. Aku ujian bagimu, dan kamu ujian bagiku.” ---

Semoga bermanfaat...
Repost from : Febrianti Almeera

Minggu, 12 Mei 2013

"BACAAN DZIKIR SETELAH SALAM DARI SHALAT WAJIB"


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu...,
Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta'inuhu wanastaghfiruh wana'udzu billahi min syururi anfusina wa min sayyiaati a'maalina man yahdillahu falaa mudhilla lahu wa man yudhlil falaa haadiya lahu, wa asyhadu anlaa ilaaha illaloh wahdahu laa syarikala lahu wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuluhu, amma ba'du.
Segala puji hanya milik Allah swt. Rabb Semesta Alam. Semoga shalawat serta salam terlimpahkan kepada Rasulullah Saw, keluarganya, para sahabatnya serta siapa saja yang mengikuti petunjuk beliau hingga hari kiamat. Adapun setelahnya....

Terima kasih atas kunjungannya di My Blog...,
Kali ini saya akan memposting "BACAAN DZIKIR SETELAH SALAM DARI SHALAT WAJIB"

Apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam Postingan saya ini mohon di maafkan dan di berikan komentar ataupun kritik dan saran...,
Karena sesungguhnya saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa...,

Kritik dan saran dari kawan-kawan sangat saya butuhkan pelajaran bagi saya guna menjadi lebih baik lagi...,

Oke saudaraku., Selamat membaca postinganku dengan hati yang Khusyuk....,

"DZIKIR-DZIKIR SETELAH SALAM DARI SHALAT WAJIB berdasarkan dalil Shahih"
Diantara dzikir-dzikir yang sifatnya muqayyad adalah dzikir setelah salam dari shalat wajib.
Ibnu ‘Umar berkata:
 Sungguh aku telah melihat Rasulullah menekuk tangan (yaitu jarinya) ketika mengucapkan dzikir-dzikir tersebut.”
Setelah selesai mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, kita disunnahkan berdzikir, yaitu sebagai berikut:
1. Membaca:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

"Astaghfirullah 3X"
"Allahumma antassalam  waminkassalam tabarakta Ya Dzaljalali wal ikram"

Aku meminta ampunan kepada Allah (tiga kali). Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan, kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik.” (HR. Muslim 1/414)

2. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

"Laa ilaaha Illallahu wahdahu laa syarikalahu, lahul mulku walahul Hamdu wahuwa 'alaa kulli syai-inq qodir, Allahumma laa mani 'aa lima a' thoita wala mughthiya lima managhta wala yanfa'u dzaljaddi minkal jaddu"
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menolak terhadap apa yang Engkau beri dan tidak ada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau tolak dan orang yang memiliki kekayaan tidak dapat menghalangi dari siksa-Mu.” (HR. Al-Bukhariy 1/255 dan Muslim 414)

3. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ

"Laa ilaaha Illallahu wahdahu laa syarikalahu, lahul mulku walahul Hamdu wahuwa 'alaa kulli syai-inq qodir, laa haula wala Quwwata illa billah, laa ilaaha illallahu wala na'budhu illa iyyahu, lahun ni'matu walahul fadhlu walahus sana'ul hasan, laa ilaaha illallahu mukhlisina lahuddin walau karihal khafirun"

Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah, milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci.” (HR. Muslim 1/415)

4. Membaca:
سُبْحَانَ اللهُ
“Subhaanallahu 33X"
 "Maha Suci Allah.” (tiga puluh tiga kali)

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
“Alhamdulillah 33X"
"Segala puji bagi Allah.” (tiga puluh tiga kali)

اَللهُ أَكْبَرُ
“Allahu Akbar 33"    
Allah Maha Besar.” (tiga puluh tiga kali)

Kemudian dilengkapi menjadi seratus dengan membaca,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Laa ilaaha Illallahu wahdahu laa syarikalahu, lahul mulku walahul Hamdu wahuwa 'alaa kulli syai-inq qodir"
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”

Barangsiapa mengucapkan dzikir ini setelah selesai dari setiap shalat wajib, maka diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan. (HR. Muslim 1/418 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi صلی الله عليه وسلم, beliau bersabda,
Ada dua sifat (amalan) yang tidaklah seorang muslim menjaga keduanya (yaitu senantiasa mengamalkannya, pent) kecuali dia akan masuk jannah, dua amalan itu (sebenarnya) mudah, akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, (dua amalan tersebut adalah): mensucikan Allah Ta’ala setelah selesai dari setiap shalat wajib sebanyak sepuluh kali (maksudnya membaca Subhaanallaah), memujinya (membaca Alhamdulillaah) sepuluh kali, dan bertakbir (membaca Allaahu Akbar) sepuluh kali, maka itulah jumlahnya 150 kali (dalam lima kali shalat sehari semalam, pent) diucapkan oleh lisan, akan tetapi menjadi 1500 dalam timbangan (di akhirat).
Dan amalan yang kedua, bertakbir 34 kali ketika hendak tidur, bertahmid 33 kali dan bertasbih 33 kali (atau boleh tasbih dulu, tahmid baru takbir, pent), maka itulah 100 kali diucapkan oleh lisan dan 1000 kali dalam timbangan.” 

Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dikatakan bahwa kedua amalan tersebut ringan/mudah akan tetapi sedikit yang mengamalkannya?

Rasulullah صلی الله عليه وسلم menjawab, “Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian ketika hendak tidur, lalu menjadikannya tertidur sebelum mengucapkan dzikir-dzikir tersebut, dan syaithan pun mendatanginya di dalam shalatnya (maksudnya setelah shalat), lalu mengingatkannya tentang keperluannya/kebutuhannya (lalu dia pun pergi) sebelum mengucapkannya.”
(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no.5065, At-Tirmidziy no.3471, An-Nasa`iy 3/74-75, Ibnu Majah no.926 dan Ahmad 2/161,205, lihat Shahiih Kitaab Al-Adzkaar, karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy 1/204)

Kita boleh berdzikir dengan kalimat tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33 kali dengan ditambah Kalimat tahlil satu kali atau masing-masing 10 kali (ketika waktu kita sempit, misal ada keperluan), asalkan istiqomah, JANGAN SAMPAI TDK BERDZIKIR SAMA SEKALI SETELAH SHALAT FARDHU.

Hadits ini selayaknya diperhatikan oleh kita semua, jangan sampai amalan yang sebenarnya mudah, tidak bisa kita amalkan.

Tentunya amalan/ibadah semudah apapun tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah. Setiap beramal apapun seharusnya kita meminta pertolongan kepada Allah, dalam rangka merealisasikan firman Allah,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (Al-Faatihah:4)

 5. Membaca surat Al-Ikhlaash,  Al-Falaq dan An-Naas satu kali setelah shalat Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya`.
Adapun setelah shalat Maghrib dan Shubuh dibaca tiga kali.
(HR. Abu Dawud 2/86 dan An-Nasa`iy 3/68, lihat Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/8, lihat juga Fathul Baari 9/62)

6. Membaca ayat kursi yaitu surat Al-Baqarah: 255
Barangsiapa membaca ayat ini setiap selesai shalat tidak ada yang dapat mencegahnya masuk jannah kecuali maut. (HR. An-Nasa`iy dalam ‘Amalul yaum wal lailah no.100, Ibnus Sunniy no.121 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami’ 5/339 dan Silsilatul Ahaadiits Ash-Shahiihah 2/697 no.972)

7. Membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Allahumma a"inni "alaa dzikrika wasyukrika wahusni "ibadatika"
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tangannya dan berkata, “Ya Mu’adz, Demi Allah, sungguh aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu Ya Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan di setiap selesai shalat, ucapan...” (lihat di atas):
Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud 2/86 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiih Sunan Abi Dawud 1/284)
Do’a ini bisa dibaca setelah tasyahhud dan sebelum salam atau setelah salam. (‘Aunul Ma’buud 4/269)

8. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, yang menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
Dibaca sepuluh kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh. (HR. At-Tirmidziy 5/515 dan Ahmad 4/227, lihat takhrijnya dalam Zaadul Ma’aad 1/300)

9. Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima.” Setelah salam dari shalat shubuh. (HR. Ibnu Majah, lihat Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/152 dan Majma’uz Zawaa`id 10/111)
Semoga kita diberikan taufiq oleh Allah sehingga bisa mengamalkan dzikir-dzikir ini, aamiin.
Wallaahu A’lam.
Maraaji’: Hishnul Muslim, karya Asy-Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Shahiih Kitaab Al-Adzkaar wa Dha’iifihii, karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy dan Al-Kalimuth Thayyib, karya Ibnu Taimiyyah.

Oke Saudaraku. Itulah tadi ilmu yang saya dapatkan dan bisa saya bagikan kepada kalian semua., semoga dapat bermanfaat dan bernilai Ibadah di mata Allah swt.
Mohon setelah membaca tinggalkan komentar anda., Sekali lagi terimah kasih atas kunjungannya...,

Subhaanakalloohumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu...,


Jumat, 10 Mei 2013

Aktivis Dakwah Kampus Moderat?


Pernahkah kita merasa semakin hari semakin ada gradasi? Semakin luwes sikap kita terhadap hal yang dahulu dipegang erat oleh pendahulu kita. Mungkin kita mendefinisikannya sebagai moderasi, dan menganggap moderat menjadi tuntutan zaman. Apakah moderat seperti itu? Ibarat melepaskan simpul-simpul yang telah terikat kuat sebelumnya.

Dalam praktek aktivitas da’wah kampus, banyak aktivis yang mengklaim dirinya sebagai orang moderat dan tidak mau dicap ekstrem, alasannya supaya dakwah ini diikuti banyak orang. Moderasi itu bisa berupa dulu yang syuro’ atau tiap pertemuan pakai hijab sekarang tidak perlu, atau yang dulu ada jam malam hingga maghrib sekarang semakin dilarutkan, atau dulu yang foto akhwat tidak boleh dipajang sekarang boleh saja dipajang, atau dulu akhwat yang tidak boleh nyanyi sekarang boleh nyanyi dan contoh-contoh lainnya. Dengan alasan itu semua bukan hal yang tsawabit yang masih bisa ditolerir.

Tahukah kita bahwa moderat adalah karakter dari Islam itu sendiri? Sejak awal manhaj dalam Islam sudah moderat dan tidak perlu dimoderasi lagi. Dalam Kitab Kaifa nata’amalu ma’a as shunnah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bagaimana Memahami Hadits Nabi SAW” disebutkan Islam memiliki tiga karakter, Syumul (Komprehensif), Washat (Moderat) dan Taisyir (Memudahkan).

Dalam pandangan saya tiga karakter ini bisa menjadi urutan kita dalam memahami Islam, awalnya kita harus memahami Islam secara komprehensif. Setelah benar-benar memahami Islam dan berbagai kaidahnya barulah kita bicara soal moderasi yang dibangun atas dasar pemahaman yang utuh, sehingga moderasi adalah manifestasi dari kebijaksanaan. Barulah kemudian Islam dapat menjadi manhaj yang memudahkan.
Kembali ke persoalan moderasi aktivis dakwah, apakah perlu ada moderasi padahal Islam sendiri sudah moderat? Dan apakah moderasi ini sudah diawali dengan kefahaman agama yang komprehensif? Ataukah hanya sekedar tidak ingin dicap ekstrem dan supaya banyak peminat?

Hal inilah yang perlu diwaspadai oleh aktivis dakwah, jangan sampai ada missing link antara pemahaman yang utuh dengan sikap moderat. Bukankah di pelatihan-pelatihan awal di Lembaga Dakwah Kampus diberikan materi tentang Syumuliyatul Islam? Materi itu diharapkan menjadi trigger bagi aktivis dakwah kampus untuk mengkaji Islam yang Syumul pun secara syumul, bukan hanya jadi wawasan bahwa Islam itu syumul. 

Lantas apa bedanya kita dengan orientalis barat kalau Islam sekedar dijadikan wawasan, bukan dikaji untuk diamalkan. Asset At Taqwa, Mantan ketua JANUR XI UKMKI Unair pernah menekankan “Antum jangan bicara ‘moderat’ kalau belum benar-benar memahami Islam dengan baik”. Seseorang yang memahami Islam, akan bersikap moderat dalam konteks membangun titik temu, sebab ia telah menemukannya dalam pemahamannya yang utuh. Ibarat seseorang yang telah utuh memahami fiqh, ia akan semakin arif dalam bersikap dan tidak ekstrim pada salah satu mazhab.

Jadi, moderat dalam berislam tanpa pemahaman terhadap Islam yang baik adalah sebuah kebodohan, dan akan menjadi virus dalam tubuh dakwah, alih-alih moderat justru bisa jadi liberal. Mengkaji Islam secara komprehensif adalah sebuah keniscayaan bagi mereka yang mengklain dirinya aktivis dakwah kampus, sehingga dalam berargumen dan bertingkah laku ia berdasarkan pada dasar agama yang kuat, bukan berdasar tren apalagi asumsi.

Dan yang perlu dicatat, bahwa forum bernama mentoring atau halaqoh saja tidak cukup dijadikan bekal dalam berIslam, masih banyak perbendaharaan ilmu agama ini yang tersebar di banyak majelis, yang perlu aktivis dakwah serap sebanyak-banyaknya, hingga lahirlah kearifan dalam berIslam, bukan sekedar ikut-ikutan. Wallahu’alam bishshowab

Oleh: Ahmad Jilul Qur’ani Farid, Surabaya

Kisah Kehidupan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan Para Sahabat رضي الله عنهم


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu...,
Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta'inuhu wanastaghfiruh wana'udzu billahi min syururi anfusina wa min sayyiaati a'maalina man yahdillahu falaa mudhilla lahu wa man yudhlil falaa haadiya lahu, wa asyhadu anlaa ilaaha illaloh wahdahu laa syarikala lahu wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuluhu, amma ba'du.
Segala puji hanya milik Allah swt. Rabb Semesta Alam. Semoga shalawat serta salam terlimpahkan kepada Rasulullah Saw, keluarganya, para sahabatnya serta siapa saja yang mengikuti petunjuk beliau hingga hari kiamat. Adapun setelahnya....
Terima kasih atas kunjungannya di My Blog...,
Kali ini saya akan memposting sebuah kisah mengenai sifat-sifat nabi kita yaitu Nabi Muhammad Saw...,
Apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan dalam Postingan saya ini mohon di maafkan dan di berikan komentar ataupun kritik dan saran...,
Karena sesungguhnya saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa...,
Kritik dan saran dari kawan-kawan sangat saya butuhkan pelajaran bagi saya guna menjadi lebih baik lagi...,

Oke saudaraku., Selamat membaca postinganku dengan hati yang Khusyuk....,

Dan orang-orang yang terdahulu; yang mula-mula dari orang-orang “Muhajirin” dan “Ansar” (berhijrah dan memberi bantuan), dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda kepada mereka dan mereka pula reda kepada Nya, serta Dia menyediakan untuk mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar. (Surah At-Taubah, Ayat 100)
·                             Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian" - (Muslim)
Fizikal Nabi
Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:

Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.

Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.

Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.

Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.

Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.

Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.

Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.

Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.

Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.

Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.

(Nukilan Thabarani - Majma'uz-Zawa'id 8:275)

Oke Saudaraku. Itulah tadi ilmu yang saya dapatkan dan bisa saya bagikan kepada kalian semua., semoga dapat bermanfaat dan bernilai Ibadah di mata Allah swt.
Mohon setelah membaca tinggalkan komentar anda., Sekali lagi terimah kasih atas kunjungannya...,

Subhaanakalloohumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu...,

Senin, 08 April 2013

Riba Itu Haram



Assalamu 'Alaikum Gan., kali ini saya ingin sedikit berbagi dari apa yang telah saya ketahui. Kebetulan baru2 ini saya telah melakukan presentase mengenai Riba.

Okey gan, saya cuman mau berbagi pengetahuan bersama kalian, saya ngak mengharapkan sesuatu kecuali semoga ini bisa bermanfaat bagi kalian semua.


Langsung Saja Cekidot...,

Kata riba dari segi bahasa berarti "kelebihan". Sehingga bila kita hanya berhenti kepada
arti "kelebihan" tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di atas cukup
beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka dengan menyatakan
"Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS 2:275), pengharaman dan
penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya "sesuatu" yang
membedakannya, dan "sesuatu" itulah yang menjadi penyebab keharamannya.
Riba secara syariat merupakan penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak dapat terlihat wujud kesetaraannya menurut timbangan syara’ ketika aqad, atau disertai kelebihan pada akhir proses tukar menukar, atau hanya salah satunya.
Dalam Al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam
empat surat, yaitu Al-Baqarah, Ali 'Imran, Al-Nisa', dan Al-Rum. Tiga surat pertama
adalah "Madaniyyah" (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah), sedang surat Al-Rum
adalah "Makiyyah" (turun sebelum beliau hijrah). Ini berarti ayat pertama yang berbicara
tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan
agar ia menambah kelebihan pads harts manusia, maka riba itu tidak menambah pads sisi
Allah ...
Selanjutnya Al-Sayuthi, mengutip riwayat-riwayat Bukhari, Ahmad, Ibn Majah, Ibn
Mardawaih, dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada
Rasulullah saw. adalah ayat-ayat yang dalam rangkaiannya terdapat penjelasan terakhir
tentang riba,167 yaitu ayat 278-281 surat Al-Baqarah: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang
beriman.
Selanjutnya Al-Zanjani,168 berdasarkan beberapa riwayat antara lain dari Ibn Al-Nadim
dan kesimpulan yang dikemukakan oleh Al-Biqa'i serta orientalis Noldeke,
mengemukakan bahwa surat Ali 'Imran lebih dahulu turun dari surat Al-Nisa'. Kalau
kesimpulan mereka diterima, maka berarti ayat 130 surat Ali 'Imran yang secara tegas
melarang memakan riba secara berlipat ganda, merupakan ayat kedua yang diterima
Nabi, sedangkan ayat 161 Al-Nisa' yang mengandung kecaman atas orang-orang Yahudi
yang memakan riba merupakan wahyu tahap ketiga dalam rangkaian pembicaraan Al-
Quran tentang riba.
Menurut Al-Maraghi169 dan Al-Shabuni,170 tahap-tahap pembicaraan Al-Quran tentang
riba sama dengan tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yang pada tahap
pertama sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di dalamnya (Al-Rum: 39),
kemudian disusul dengan isyarat tentang keharamannya (Al-Nisa': 161). Selanjutnya
pada tahap ketiga, secara eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali
'Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya
(Al-Baqarah: 278).
Dalam menetapkan tuntutan pada tahapan tersebut di atas, kedua mufassir tersebut tidak
mengemukakan suatu riwayat yang mendukungnya, sementara para ulama sepakat bahwa
mustahil mengetahui urutan turunnya ayat tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih,
dan bahwa turunnya satu surat mendahului surat yang lain tidak secara otomatis
menjadikan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu mendahului
seluruh ayat dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas dasar pertimbangan
tersebut, kita cenderung untuk hanya menetapkan dan membahas ayat pertama dan
terakhir menyangkut riba, kemudian menjadikan kedua ayat yang tidak jelas kedudukan
tahapan turunnya sebagai tahapan pertengahan.
Hal ini tidak akan banyak pengaruhnya dalam memahami pengertian atau esensi riba
yang diharamkan Al-Quran, karena sebagaimana dikemukakan di atas, ayat Al-Nisa' 161
merupakan kecaman kepada orang-orang Yahudi yang melakukan praktek-praktek riba.
Berbeda halnya dengan ayat 130 surat Ali 'Imran yang menggunakan redaksi larangan
secara tegas terhadap orang-orang Mukmin agar tidak melakukan praktek riba secara
adh'afan mudha'afah. Ayat Ali 'Imran ini, baik dijadikan ayat tahapan kedua maupun
tahapan ketiga, jelas sekali mendahului turunnya ayat Al-Baqarah ayat 278, serta dalam
saat yang sama turun setelah turunnya ayat Al-Rum 39.
Di sisi lain, ayat Al-Rum 39 yang merupakan ayat pertama yang berbicara tentang riba,
dinilai oleh para ulama Tafsir tidak berbicara tentang riba yang diharamkan. Al-
Qurthubi171 dan Ibn Al-'Arabi172 menamakan riba yang dibicarakan ayat tersebut sebagai
riba halal. Sedang Ibn Katsir menamainya riba mubah.173 Mereka semua merujuk kepada
sahabat Nabi, terutama Ibnu 'Abbas dan beberapa tabiin yang menafsirkan riba dalam
ayat tersebut sebagai "hadiah" yang dilakukan oleh orang-orang yang mengharapkan
imbalan berlebih.
Atas dasar perbedaan arti kata riba dalam ayat Al-Rum di atas dengan kata riba pada
ayat-ayat lain, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan174 menafsirkan sebab perbedaan
penulisannya dalam mush-haf, yakni kata riba pada surat Al-Rum ditulis tanpa
menggunakan huruf waw [huruf Arab], dan dalam surat-surat lainnya menggunakannya
[huruf Arab]. Dari sini, Rasyid Ridha menjadikan titik tolak uraiannya tentang riba yang
diharamkan dalam Al-Quran bermula dari ayat Ali' Imran 131.175
Kalau demikian, pembahasan secara singkat tentang riba yang diharamkan Al-Quran
dapat dikemukakan dengan menganalisis kandungan ayat-ayat Ali 'Imran 130 dan Al-
Baqarah 278, atau lebih khusus lagi dengan memahami kata-kata kunci pada ayat-ayat
tersebut, yaitu (a) adh'afan mudha'afah; (b) ma baqiya mi al-riba; dan (c) fa lakum ru'usu
amwalikum, la tazhlimuna wa la tuzhlamun.
Dengan memahami kata-kata kunci tersebut, diharapkan dapat ditemukan jawaban
tentang riba yang diharamkan Al-Quran. Dengan kata lain, "apakah sesuatu yang
menjadikan kelebihan tersebut haram".

Dan macam-macam riba adalah sebagai berikut  :
Ø  Riba Qardh, merupakan suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)
Ø  Riba Jahiliyyah, merupakan hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Ø  Riba Fadhl, merupakan pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Ø  Riba Nasi’ah, merupakan penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Koperasi, sahabat mungkin sudah tahu seperti apa koperasi pada masa sekarang. Yang saya maksud adalah koperasi simpan pinjam. Mereka menerapkan pinjaman dan memberikan bunga pada saat pembayarannya, terlebih mereka juga menerapkan riba jahiliyyah.
Bank Konvensional, sahabat sudah tidak asing lagi dengan yang namanya bank. Bahkan diantara kita mungkin memiliki rekening bank lebih dari satu. Kalau untuk bank sudah sangat jelas kinerjanya seperti apa, kita bisa membuka websitenya langsung dan bisa mengetahui seperti apa kinerja bank, contohnya, pinjaman seperti koperasi, pinjaman untuk pengusaha/usaha kecil, deposito, dll masih banyak lagi.
Asuransi, menurut saya asuransi masih mengandung unsur riba. Kalau ada yang tahu ada asuransi tidak mengandung riba tolong beritahu saya ya, karena keterbatasan informasi yang saya miliki. Kenapa saya menganggap asuransi itu riba ? mungkin kita biasa memberikan uang secara berkala sebagai jaminan kehidupan kita di masa mendatang, misal  :  pendidikan, masa tua (pensiun), kesehatan, dll. Tahukah seperti apa kinerja asuransi dalam memanfaatkan uang yang mereka kumpulkan dari pembayaran kita secara berkala kepada mereka ? salah satunya investasi, deposito, dll masih banyak lagi. Tergantung dari pimpinan asuransi mau mengalokasikan dananya kemana. Tidak mungkin uang asuransi yang kita bayarkan setiap bulan itu didiamkan begitu saja oleh mereka, itu fikiran logist dari saya.
Saran dari saya segera sucikan harta yang tadinya dari bank dengan memberikannya kepada pihak yang membutuhkan, tetapi bukan dengan niat sodaqoh, hanya niat untuk mensucikan harta dan bertaubat karena Allah SWT, insya Allah kita bisa mendapat rahmat dari rejeki yang diberikan Allah kepada kita. Karena pemakan riba akan dijadikan oleh Allah SWT apa-apa yang sebelumnya halal menjadi haram baginya. Memang sulit dan sangat sulit, apalagi kalau tingkat kecintaan dunia kita lebih tinggi dari pada Allah SWT dan Rosulnya, itu sangat sulit....mungkin banyak diantara sahabat yang mengalaminya.
Hidup dijaman sekarang ini memang sulit, sekalipun kita sudah terlepas dari riba...masih saja debu-debu riba menyelimuti kita yang sewaktu-waktu bisa menjadi boomerang kita kepada murka Allah SWT. Karena pada ajaran sebelum Nabi Muhammad SAW, riba ini sudah sangat dilarang. Dan umat muslim tidak boleh mengucapkan “mencari harta haram saja sulit apalagi mencari harta halal”. Sungguh kata-kata itu bisa mendatangkan murka Allah SWT kepada kita.

Minggu, 07 April 2013

Ta'Aruf



Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.

Hay Gan...!!!” Selamat datang In My Blog. Ceritanya saya nih pengguna baru BlogSpot. Jadi sebelum saya nge-posting lebih bayak., saya mau kenalin diri dulu sebelumnya...,

Kenalin., nama saya Muhammad Gladi Reksa akrab dipanggil Fandhy. Aneh sih., begitu banyak orang yang mempertanyakan nama saya. Katanya nyambung dari mana Muhammad Gladi Reksa jadi Fandhy. Tapi pada kenyataannya nama saya begitu. Jadi, saya selalu menjawab “Itu adalah pemberian dari orang tua saya, jadi saya selalu mensyukurinya”.

Saya Tinggal Di Makassar, Sulawesi Selatan. Tepatnya Jalan Angkasa III No. 1 Kel. Panaikang Kec. Panakukang. Kalau mau datang bersilatuhrahim pintu rumah saya terbuka untuk kalian yang berniat baik ke rumah saya.

Umur saya sekarang beranjak 19 Tahun. Saya lahir di Ujung Pandang, 27 Juni 1994.

Saya sekarang sedang melanjutkan Pendidikan di Universitas Hasanuddin Makassar, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dan rencanaX mau lanjut S2 di Australia, AminNnn..., Doain ane yahh....,

Hobby saya banyak sih, mulai dari olahraga, bereksperimen, mengganggu teman, berbagi, belajar, membaca, dan lain sebagainya. Sebenarnya saya ini orangnya pemalas lho. Tapi tidak seburuk itu juga sih.

Nama ayah saya Indarto dan Ibu saya Andi Nurhaeni. Saya anak keempat dari enam bersaudar. Ini saya tampilkan foto saya beserta saudara kandung saya :


Saya yang memakai baju abu-2 celana merah yang duduk di depan perahu.


Ohh iyah gan, sebenarnya saya masih pengen cerita banyak tentang diri saya. Tapi, kalau mau ceritakan di sini mah ngak bakalan selesai, bisa2 kalian jadi bosan membacanya. Jadi, kalau gan pengen kenal saya lebih jauh silahkan hubungi saya.

Ini nomor Handphone pribadi saya : 0896 2647 1480.

Saya senang lho mempunyai banyak teman, karena terkadang perkataan, saran, dan masukan dari seorang teman akan membuat kita menjadi lebih dewasa.

Okey Gan, termiah kasih telah membaca perkenalan diri saya, ada pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak sayang”.

Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, saya adalah pengguna baru BlogSpot. Jadi, maklumlah kalau masih sangat banyak kekurangan saya dalam menggunakan Blog ini. Saya hanyalah manusia biasa (hamba Allah) yang tak sempurna dan membutuhkan bantuan orang lain. Mohon maaf bila ada kata yang salah dan kata yang tak pantas untuk saya publikasikan. Karena kesalahan itu sesungguhnya datang dari diri saya sendiri, dan apabila ada kebenara dan kebaikan sesungguhnya itu karena Allah Swt..

Terakhir, untuk membuat saya mahir menggunakan Blog dan aagar setiap Postingan saya memuaskan, menarik, dan bermanfaat bagi publik. Saya sangat2 membutuhkan Kritik dan saran dari teman2 sekalian.

Kalaupun ada komentar dari teman2, itu semua akan saya jadikan masukan untuk diri saya sehingga menjadi pertimbangan untuk membuat saya menjadi lebih baik lagi...,

Salam perkenalan dari saya Muhammad Gladi Reksa.

Wassalamu ‘Alaikum Wr. Wb.